“Demi masa, sungguh kita tersesat, membiaskan yang
haram. Karena kita manusia.
Demi masa, sungguh kita terhisap ke dalam lubang
hitam. Karena kita manusia.
Pada saatnya nanti, tak bisa bersembunyi. Kita pun
menyesali, kita merugi.
Pada siapa mohon perlindungan?
Debu-debu Beterbangan.”
Dimuat
dalam album Cinta Melulu yang rilis tahun 2007, lagu Debu-debu Beterbangan
milik Efek Rumah Kaca ini seolah menjadi perlawanan dari karya musik yang
sedang ngetren kala itu (refuse to forget, tahun 2007 merupakan puncak kejayaan
lagu-lagu tentang cinta). Salah satunya dengan lagu Debu-debu Beterbangan, yang
dibawakan dengan suara Cholil yang lirih. Didukung oleh warna musik yang cukup
suram, lagu ini sukses membawa pendengar pada situasi yang memaksa mereka untuk
melakukan refleksi.
Perhatikan
saja kata tersesat, membiaskan, terhisap, hingga ‘tak bisa bersembunyi’,
pemilihan diksi ‘Karena kita manusia’ pun mendorong pendengar untuk melihat
kembali ke dalam dirinya. Seolah-olah Efek Rumah Kaca mengajak siapapun untuk
membuang rasa pongah, dan menyadari kalau kita, sebenarnya tidak lebih dari
sekedar manusia
Saya
bukan pemain musik yang tahu cara menciptakan musik. Saya hanya penikmat yang
(cukup) tahu mana musik yang luar biasa dan patut dibinasakan. Lagu Debu-debu
Beterbangan ini, patut dibinasakan. Terutama kalau para pendengar tidak dapat
menerima pesan tersirat di dalamnya. Apa kamu orang dengan pikiran yang cukup
terbuka? Kalau iya, sadar nggak sih kalau lagu ini diambil dari surat Al-Asr?
“(1) Demi Masa
(2) Sungguh, manusia berada dalam kerugian
(3) Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
kebajikan serta saling menasihati ntuk kebenaran dan saling menasihati untuk
kesabaran”
Well,
saya sendiri nggak tahu apa benar pesan ini yang ingin disampaikan oleh Mas
Cholil dkk. Tapi sebagai salah satu pendengar, saya menangkap lagu ini
menyiratkan pesan dari Quran surat ke 101 ini.
Saya
pernah datang di beberapa konsernya yang super duper jarang diadakan. Waktu
membawakan lagu Debu-debu Beterbangan, seolah-olah Cholil dkk punya panggung
dakwahnya sendiri. Bersenjatakan gitar dan suara yang terdengar menyayat, lagu
ini melesat masuk, lalu saling jalin menjalin dengan berbagai saraf di kepala.
Ia berkhutbah dengan lagu. Dalam waktu singkat Ia sanggup menggubah, mengganti,
memelintir pikiran siapapun untuk lebih tunduk pada alam, mengerjakan kebajikan
dan menghentikan sifat jahat. Efek Rumah Kaca tahu cara memanusiakan manusia
dan menciptakan perdamaian dalam keberagaman maupun keberagamaan.
Kayanya,
lagu ini juga ngajarin kalau kembali baik dan fitri nggak harus nunggu lebaran,
deh. Bcos we can do it all the time.
Selamat
menikmati Bulan Syawal!
Selamat menikmati masa-masa menjadi pribadi yang baru
dan kembali fitrah!
Selamat kembali berjuang untuk selalu istiqomah.
Komentar
Posting Komentar